Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

[ Selingan ] : GROUNDING BASIC

Gambar
1. Apa Tujuan Pemasangan Grounding ( Pentanahan ) ? Keselamatan Manusia / Personel dari petir dan kerusakan jaringan tenaga listrik. Proteksi Struktur dan Infrastruktur dari petir dan kerusakan jaringan tenaga listrik. Disipasi / pembuangan Muatan Elektrostatis Penyediaan Referensi Tegangan Nol ( Zero Reference Voltage ) Proteksi pada perangkat elektronik Membatasi atau memperlemah ‘noise’ dan ‘interferensi’ 2. Berapakah resistansi ground yang dianggap bagus ? Target dari sistem grounding adalah untuk mencapai nilai resistansi / impedansi ground yang serendah mungkin, yang optimal secara ekonomis dan secara fisis bisa direalisasikan. Idealnya resitansi / impedansi ground harus NOL. Tidak ada satupun bakuan resistansi ground yang diterima oleh semua pihak. Namun contohnya, NFPA1 dan IEEE2 merekomendasikan resistansi ground maksimal sebesar 5.0 ohm untuk sistem ground yang boleh digunakan. Contoh lain, NEC3 menetapkan agar memastikan impendansi sistem ke ground harus kur

Rectangular Waveguide Mode

Gambar
Agar langsung ke tujuannya, saya akan lompat dulu ke persamaan frekuensi cutoff sebuah waveguide sebelum nantinya akan menjabarkan penurunan frekuensi cutoff dengan bahasa matematis, dengan menggunakan persamaan tersakti dalam dunia elektromagnetik, persamaan Maxwell dan Ampere. Dalam artikel ini akan difokuskan pada rectangular waveguide saja. Untuk circular waveguide dan bentuk lainnya (termasuk microcircuit) akan ditulis dalam artikel yang berbeda. Bukan karena hal yang sangat spesifik, tetapi agar tidak overloaded dan membosankan saja. Untuk pembahasan kita gunakan gambar di bawah ini. Asumsi yang digunakan adalah : Dinding waveguide berupa konduktor sempurna Irisan pada arah sumbu z tidak berubah ukuran ( invariant ) Ruang di dalam waveguide berisi material yang memiliki konstanta μ dan ε . Arah rambatan energi pada arah sumbu z . Medan elektrik E selalu tegak lurus dinding waveguide. Medan magnetik H selalu sejajar dengan dinding waveguide. [ naon deui 'nya ?

Mekanisme Scattering Hidrometeor

Gambar
Mekanisme Scattering Radar cuaca yang digunakan untuk mengindera ( melacak, membaca, mengukur ) hidrometeor di atmosfir, berbasis pada fenomena penghamburan ( scattering ) gelombang E/M oleh hidrometeor.  Dalam keadaan normal, muatan listrik partikel air dalam keadaan netral atau tidak terpolar. Pada saat butiran air ditabrak gelombang E/M maka akan terjadi polarisasi muatan (terjadi dipole muatan), yang besar kecilnya dan arah  polarisasinya (momen dipole ) tergantung pada kuat lemah (amplitudo) dan arah polarisasi gelombang E/M yang menabraknya.  Polarisasi juga akan mengikuti dinamika gelombang E/M yang menabraknya, sehingga frekuensi dan fasa osilasi polarisasi akan sama besar dengan frekuensi dan fasa gelombang E/M yang menabraknya. Karena terjadi osilasi polar pada setiap molekul hidrometeor, maka hidrometeor tersebut menjadi sumber gelombang E/M yang baru. Peristiwa inilah yang disebut scattering atau hamburan. Semakin kuat gelombang E/M yang menabraknya

Dual PRF

Gambar
( Pengantar ) Unambiguous velocity ( nyquist velocity ) untuk suatu nilai PRF adalah : Mengingat bahwa unambiguous range sebesar : Maka terdapat keterbatasan baik nilai unambiguous range R max dan unambiguous velocity V MAX seperti pada relasi di bawah ini yang kita kenal sebagai Doppler Dilemma : Untuk radar-radar dengan frekuensi 5.6 GHz, konstanta doppler dilemma ini sebesar 2009 [km].[m/s], atau dapat dibulatkan untuk mempermudah mengingatnya menjadi 2000 [km].[m/s]. Ilustrasi 1 : R max  sebesar 100 km akan menghasilkan V max  = 2000/100 = 10 m/s R max  sebesar   80 km akan menghasilkan V max  = 2000/80   =  25 m/s V max  sebesar    5 m/s akan menghasilkan R max  = 2000/5     = 400 km V max  sebesar  60 m/s akan menghasilkan R max  = 2000/60    = 33 km Untuk memperbesar unambiguous velocity, digunakanlah trik dengan menembak sebuah target dengan dua buah nilai PRF secara bergantian (batch). Akibat penggunaan dua nilai PRF (atau PRT) tersebut akan mengha

Image Folding

Gambar
Image folding atau image aliasing terjadi karena adanya second trip, yaitu echo dari obyek yang berada di luar R max , mencapai radar pada listening periode dari pulsa berikutnya. Akibatnya : target di luar R max akan terlihat berada di range R max . Memeriksa image folding dilakukan dengan mengubah PRF. Target yang berpindah-pindah range saat PRF dirubah mengindikasi bahwa target tersebut second trip. Atau juga secara otomatis dilakukan dengan mengaktifkan folding filter, yaitu dengan penggunaan dual prf ( sederhananya spt itu, meski algoritmanya cukup kompleks - ini urusan pembuat software data processingnya ). Walau demikian, terutama forecaster radar, perlu sekali memahami technical background dari kasus ini. Gambar berikut mudah2an dapat membantu menambah gambaran mengenai image folding. ® radar di-operasikan dengan satu nilai PRF yang menghasilkan R max . misal terdapat gumpalan awan yang terdiri dari awan A yang di luar R max dan awan B yang di dalam R max . juga

Velocity Folding

Gambar
Kecepatan target maksimal yang masih dapat dibaca radar secara pasti (unambiguous) ditentukan oleh PRF yang saat itu digunakan. Hal ini berdasarkan mekanisme sampling, dimana frekuensi sampler harus paling tidak sebesar 2 kali frekuensi obyek sampling ( dikenal sebagai Nyquist Criterion ). Frekuensi sampler adalah PRF. Frekuensi obyek sampler adalah deviasi frekuensi saat obyek bergerak, atau yang juga disebut doppler shift, F doppler .  Apabila frekuensi obyek sampling lebih besar dari frekuensi sampler maka akan terjadi konsekuensi matematis yang disebut folding.  Berbasis pada fakta di atas maka deviasi terbesar yang unambiguous, yaitu F doppler , akan kita peroleh relasi seperti berikut : Dari pembicaran dalam artikel    Efek Doppler , kita ketahui bahwa : Hal ini berarti, kecepatan target maksimal (unambiquous velocity) pada suatu PRF operasional sebesar : atau Dalam teori sampling, interval antara -V max hingga +V max disebut NYQUIST INTERVAL. Dalam contoh di

Fenomena Doppler pada Radar Doppler

Gambar
Seperti halnya efek doppler yang kita rasakan sehari-hari dalam spektrum akustik, efek doppler berlaku juga pada frekuensi radio ( termasuk cahaya ). Setiap terdapat kecepatan relatip antara sumber gelombang dan penerima gelombang, akan terjadi pergeseran (shifting) frekuensi yang di sisi penerima. Seperti halnya dalam spektrum akustik, receiver RX akan mengalami pergeseran frekuensi dari yang dipancarkan transmitter TX. Pada gambar di atas, sebuah transmitter TX memancarkan frekuensi sebesar FX dan bergerak ke kanan dengan kecepata V. Secara intuitif dapat dipahami apabila di sisi kanan panjang gelombang ( λ ) akan lebih rapat dan di sebelah kiri akan lebih renggang dibanding apabila transmitter tidak bergerak. Apabila kecepatan gelombang suara di media rambatan sebesar C, kecepatan gerak transmitter  V T  dan kecepatan gerak receiver  V R , maka perbandingan antara frekuensi yang diterima receiver dan yang dipancarkan transmitter akan memiliki relasi seperti berikut ini.

[ Weather Radar ] : Reflectivity

Gambar
Seperti telah diketahui bahwa radar memandang atmosfir sebagai segmen-segmen sample-volume (pulse volume, pixel) yang panjangnya tergantung pada nilai pulse-width yang sedang digunakan, dan luas irisan segmen tersebut (dimana luas irisan segment tergantung pada beamwidth dan  jarak segmen tersebut ke radar). Lihat gambar berikut.  Apabila dalam sample-volume tersebut terdapat hidrometeor (butir air, keping es dan salju), saat pulsa dari radar membentur hidrometeor, sebagian akan dipantulkan kembali ( backscattered ) menuju radar. Besar kecilnya pantulan (echo, backscattered) tadi, sebanding dengan banyaknya hidrometeor pemantul. Semakin kuat echo menandakan semakin banyak hidrometeor di dalam sample-volume tadi. Reflektifitas adalah ukuran besar kecilnya sinyal yang dipantulkan target. Berdasarkan level daya pantulan tersebut, radar secara empiris mengetahui ukuran hidrometeor sasarannya. Reflektifitas diberi simbol Z, yang besar-kecilnya ditentukan diameter hidrometeor

Antena Isotropik, Antena Referensi

Gambar
Antena ini hanyalah antena teoritik atau antena hipotetik yang tidak pernah direalisasi. Antena isotropik adalah antena ideal, yang berujud titik, yang pancarannya benar-benar merata ke segala arah. Dengan demikian pola (pattern) pancarannya berupa bola sempurna. Antena ini digunakan sebagai referensi bagi antena-antena praktis. Faktor penguatan atau antenna gain dari antena isotropik adalah 1 atau 0 dB. Dan ini digunakan sebagai satuan gain antena praktis, yaitu dBi , singkatan dari decibel isotropic. Gain Antena Isotropik = 0 dBi Antena Praktis Tujuan pembuatan antena praktis adalah untuk menghasilkan pancaran gelombang EM dengan intensitas pancar yang semaksimal mungkin ke arah yang diinginkan. Pelbagai cara diupayakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pengarahan dapat dilakukan dengan menggunakan corong (horn), lensa e/m ataupun menggunakan reflektor. Pada radar yang beroperasi di atas 1 GHz (microwave), sebagai pengarah umumnya digunakanlah horn maupun reflektor parabolik. S